Laman

Cari Blog Ini

Jumat, 26 Agustus 2011

Ruang Terbuka Hijau - Jakarta dan Sekitarnya (we-02)
Kebutuhan akan Ruang Terbuka Hijau .... kira2 30%

oleh Willy Ekariyono (Aug 2011)



Kota yang dulu bernama Batavia ini kini telah berusia 484 (angka yang tua banget), dan saat ini telah menjadi kota yang terpadat penduduknya di Indonesia (bangga atau sedih???). Kondisi inilah menambah tekanan terhadap keberadaan kawasan ruang terbuka hijau sehingga semakin berkurang. Idealnya menurut para pakar tata ruang, dan ahli2 biologi, ahli2 lingkungan, kota yang ideal harus memiliki sedikitnya 30 persen RTH atau kawasan hijau dari luasan keseluruhan.

Keberadaan satwaliar yang hidup dikawasan RTH di perkotaan merupakan bagian dari suatu ekosistem perkotaan  juga sekaligus berfungsi sebagai bio-indikator dari suatu kualitas lingkungan. Satwaliar tidak bakalan mau hidup di kawasan tercemar atau kondisi lingkungan yang tidak nyaman (sama sepert manusia) karena ketersedian pakan yang dipastikan sudah tidak ada dan pohon buah yang tumbuh.
Lalu, bagaimana dengan RTH yang ada di Jakarta saat ini? Ternyata setelah di petakan, RTH yang ada di Jakarta saat ini masih memperlihatkan struktur dan komposisi yang belum ideal. Penyusutan luas lahan serta letaknya yang berjauhan mengakibatkan turunnya kualitas ekosistem di masing-masing RTH. Luasan areal yang sempit dan terkesan apa adanya (yang penting ada taman kota), hal ini sangat tidak mendukung satwaliar (flora dan fauna) untuk dapat bertahan hidup di dalamnya. Kemudian letak dan jarak diantara RTH yang berpencar dan sangat berjauhan, serta tidak adanya koridor (jalur penghubung) menyebabkan mobilisasi harian dalam pemenuhan kebutuhan hidup hariannya semakin terbatas, kondisi ini mengakibatkan keadaan yang satwaliar menjadi terisolasi. Sementara daya dukung lingkungan yang ada semakin terdesak. Kasihan sekali satwaliar harus bertahan dengan kondisi ini.
Dalam seminar, atau pemaparan, dan berita2 di media cetak, dan on-line yang ternyata banyak kalangan yang menyatakan Jakarta yang telah kehilangan banyak kawasan alaminya dapat memperbaiki kualitas lingkungannya dan menghadirkan kembali alam di tengah kota................ apa betul????
Memperbaiki kualitas lingkungan di perkotaan sangatlah penting, karena semakin banyak orang yang kini tinggal di kota, dan merasakan suasana yang tidak nyaman. Terus apa yang harus dilakukan? ......... ribet, ribet, ribet............ tapi harus tetap optimis dong....
Kalau ada niatan dan kemauan sih bisa saja, Untuk mengembangkan ekosistem kota yang agak lebih baik, dengan menghadirkan ekosistem alami kembali di dalam kota. Salah satunya dengan mengembangkan kota yang ramah terhadap kehidupan satwa liar. Caranya? menciptakan hutan kota atau RTH, membuat peraturan tentang larangan yang sangat keras untuk tidak mengganguu kehidupan satwaliar serta sangsinya yang tegas. 

bersambung ............
Ruang Terbuka Hijau - Jakarta dan Sekitarnya (we-01)
oleh Willy Ekariyono (Aug 2011)




Ruang terbuka hijau di kawasan padat pemukiman atau sebut sajalah ibukota Jakarta, merupakan suatu kawasan yang sangat bermanfaat dan dibutuhkan oleh masyarakat penghuni perkotaan. Mengapa? Saat ini terlalu banyak permasalahan lingkungan yang muncul, sehubungan dengan kondisi iklim yang makin panas.

Banyak literatur yang menyebutkan manfaat dari fungsi hutan. Khususnya Jakarta, ternyata masih sdikit memiliki hutan kota dan lokasi keberadaannya sangat terbatas. Padahal masyarakat kota Jakarta sangat sekali membutuhkan kawasan hutan kota, terutama untuk dapat membantu dalam mengendalikan ekosistem kota sehingga dapat tercipta kondisi lingkungan yang mendukung kehidupan masyarakat kota. Keterbatasan kawasan hutan kota di berbagai kota di Indonesia sering dikalahkan dengan kepentingan laju perekonomian.

Ironis, antara pembangunan dan pemanfaatan fungsi hutan kota (sebagai pengatur tata air, siklus iklim dan cuaca berupa suhu dan kelembaban udara bagi kenyamanan, jasa wisata/rekreasi alam dan lain2 yang dapat dimanfaatkan secara terkendali untuk kesejahteraan masyarakat juga pada akhirnya.

Bersambung .................


Kamis, 18 Agustus 2011



Buku ini merupakan hasil karya dan kerja bareng dari teman2, banyak sekali yang terlibat dalam mencari data-data, mengamati satwa liar yang masih bertahan hidup di era mal, mengidentifikasi species2 yang dijumpai, mengambil fotonya yang sangat sulit, karena satwa2 liar yang ada disini selalu menghindar jika didekati, berdasarkan riset dan pembandingan tentang tingkah laku manusia, ternyata disini banyak kebiasaan jika menjumpai burung, acapkali sering ingin diambil atau diganggu, sehingga kebiasaan satwa liar akan selalu menghindar. dengan upaya yang gigih dari teman2 penyusun buku ini tentunya dalam mendekati untuk memfotonya menggunakan teknik2 tertentu.

Buku ini merupakan buku saku yang menjelaskan dan menampilkan foto2 burung-burung sekitar wilayah Jakarta, dan pesan yang ingin disampaikan adalah mengajak masyarakat dari semua tingkatan umur terutama warga perkotaan agar lebih mengenal, menyayangi, mengetahui fungsi burung tersebut di alam, peduli akan keberadaan dan kelestarian burung di sekitar kita.

Satwa burung merupakan bagian dari biodiversity (keanekaragaman hayati) yang sangat tergantung kehidupannya dengan habitat. Saat ini diperkotaan Jakarta menempati atau berada di kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang masih tersisa. Lalu RTH apa sih yang dimaksud hutan kota/lindung, taman kota/lingkungan, pemakaman, lapangan hijau olah raga, jalur hijau jalan/sungai, dan RTH tersebut sangat berperan penting bagi penyangga keberlanjutan kehidupan kota dan kita. Dengan buku ini, pembaca akan diajak untuk menjelajahi RTH kota Jakarta dan mengenali burung2nya.

Sekumpulan komunitas fotografi alam liar mampu menerbitkan buku Burung Ibu Kota, sebuah buku yang bukan saja penting untuk memandu, mengamati, dan memotret burung2 Jakarta, tapi juga menjadi sebuah kesaksian dan dokumentasi kekayaan alam Jakarta.

Buku ini sebenarnya merupakan Kado Kecil Untuk Jakarta, dan sebenarnya kami inginnya di launching bertepatan pada ulang tahun jakarta yang ke 484, namun karena anggota tim penyusun tidak mempunyai akses dengan Bapak Gubernur DKI Jakarta. Mudah2an kado kami ini dapat menjadi catatan ilmiah bahwa di Ibukota Jakarta pada tahun 2011 pernah dan masih ada species2 burung yang masih dapat hidup liar di alam terbuka hijau. Buku ini dibuat dengan bahasa sepopuler mungkin agar dapat diterima oleh semua kalangan, dan menjelaskan secara ilimiah dan juga teknik2 fotografinya juga dijelaskan secara gamblang. Melalui kado kecil ini, tim penyusun mencoba memberikan pengalaman maupun pengetahuan dengan keinginan dan harapan dapat menjadi salah satu bahan pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Ada dua senior fotografer, yaitu Riza Marlon dan Ray Bachtiar, mereka yang memberikan dukungan dan semangat serta memotivasi untuk berkarya melalui fotografi. Dan masih banyak teman2 sepermainan, seperjuangan lainnya dari komunitas pengamat burung2 liar di Indonesia, universitas2 dengan kelompok2 pengamat satwa liarnya, para ilustrator, para design grafis, dan yang paling penting adanya pihak sponsor2 yang mendanai sehingga terjadilah buku ini. Kami, tim penyusun berdoa, agar semua2 diatas mendapatkan imbalan berlipat2 dari Tuhan YME ........ amien
semoga buku ini dapat bermanfaat untuk kebaikan umat.












Burung kuning yang berkicau, Kepodang Kuduk-Hitam; Black-naped Oriole;  Oriolus chinensis. Saat ini (2011) masih bisa kita temukan di Ruang Terbuka Hijau di kawasan perkotaan Ibukota Jakarta. Keberadaannya masih dijumpai yang liar, namun sering pula dijumpai jenis burung kepodang yang lepasan dari peliharaan manusia. Di RTH Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, masih sering terlihat terbang bebas, namun stress karena ruang geraknya sudah terdesak dengan hutan beton.

willy ekariyono (Aug 19, 2011)